Kerajaan Islam di Pulau Jawa

Sabtu, Juli 31, 2021

Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara) dan Sejarahnya – Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke nusantara sekitar abad ke 6 Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah air pada abad ke 13, berbagai kerajaan Hindu Budha juga telah mengakhiri masa kejayaannya. 

Kerajaan Islam yang berkembang saat itu turut menjadi bagian terbentuknya berbagai kebudayaan di Indonesia. Kemudian, salah satu faktor yang menjadikan kerajaan-kerajaan Islam makin berjaya beberapa abad yang lalu ialah karena dipengaruhi oleh adanya jalur perdagangan yang berasal dari Timur Tengah, India, dan negara lainnya.

Berikut kita akan mengenal Kerajaan Islam yang ada di Pulau Jawa 

1. Kerajaan Demak 


Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang terdapat di pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah di tahun 1478. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran agama Islam kala itu. 

Melemahnya kerajaan Majapahit memberikan peluang tumbuh dan berkembangmya Islam. Pada tahun 1478M Wali Songo di bawah komando Sunan Ampel bersepakat untuk menjadikan Raden Patah sebagai raja pertama Kerajaan Demak yang sekaligus menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa. Pada mulanya area Kerajaan Demak adalah bernama Bintoro yakni wilayah kerajaan Majapahit yang diberikan kepada Raden Patah. Para sejarawan berpendapat bahwa Raden Patah adalah anak dari raja Majapahit dengan istrinya yang beragama Islam keturunan Campa. Raden Patah berjasa besar dalam penyebaran Islam dari Wali Songo di wilayah kekuasaannya yang hingga nantinya menjadi pusat perkembangan Islam.

Raden Patah memerintah dari tahun 1478M-1518M yang selanjutnya digantikan anaknya yakni Pangeran Sabrang Lor atau Pati Unus (Adipati Yunus). Pati Unus setelah naik tahta menjadi raja, merencanakan untuk menyerang Malaka. Semangat ekspansi tersebut kian besar sejalan dengan takluknya Malaka oleh Portugis pada tahun 1511M namun, pada pergantian tahun 1512M menuju 1513M pasukan Pati Unus mengalami kekalahan. Pati Unus menduduki tahta selama kurang lebih 3 tahun yakni dari 1518M-1521M.

Penyebaran Islam saat itu sangat dipengaruh oleh jasa para wali baik di pulau Jawa maupun yang berada di luar pulau Jawa seperti Maluku hingga ke wilayah Kalimantan Timur. Di masa pemerintahan Raden Patah, kerajaan Demak mendirikan masjid yang kala itu juga dibantu oleh para wali ataupun sunan. Kemudian, kebudayaan yang berkembang di kerajaan Demak juga mendapat dukungan dari para wali terutama dari Sunan Kalijaga. Kehidupan masyarakat di sekitaran Kerajaan Demak juga telah diatur oleh aturan-aturan Islam tapi tetap tak meninggalkan tradisi lama mereka. 

Selepas Pati Unus, Kerajaan Demak dipimpin oleh Sultan Trenggono yang dilantik menjadi raja oleh Sunan Gunung Jati. Pada masa sultan Demak yang ketiga inilah Islam berkembang ke seluruh tanah Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan. Pada 1527M Sunda Kelapa berhasil ditaklukan dengan pasukan gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin oleh Fadhilah Khan. Selain itu, masih pada tahun yang sama Majapahit dan Tuban jatuh ke tangan Kerajaan Demak dan berlanjut takluknya daerah-daerah sekitar seperti Madiun pada tahun 1529M, Blora pada tahun 1530M, Surabaya pada tahun 1531M, Pasuruan pada tahun 1535M, Lamongan, Blitar, Wirasaba sekitar tahun 1541M-1542M dan Kediri pada tahun 1544M. Selain itu, wilayah luar Jawa pun mengakui Kerajaan Demak yakni Palembang dan Banjarmasin.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada masa Sultan Trenggono Islam berkembang hingga Kalimantan Selatan. Pada tahun 1546M, Sultan Trenggono menyeberang ke Kalimantan Selatan yakni untuk menyerbu Blambangan. Namun, pada penyerbuan tersebut Sultan Trenggono tewas terbunuh dan kemudian kepemimpinannya digantikan oleh adik Sultan Trenggono yakni Sultan Prawoto. Namun, kepemimpinannya tidak berlangsung lama karena terjadi pemberontakan oleh adipati-adipati yang menjabat di sekitar Kerajaan Demak. Sultan Prawoto akhirnya tewas terbunuh oleh Aria Penangsang dari Jipang pada tahun 1549M. Kemudian kedudukannya digantikan oleh Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Aria Penangsang. Pada masanya inilah kemudian kerajaan Islam Demak dipindahkan ke Pajang.

2. Kerajaan Banten 


Pada awalnya Kerajaan Banten merupakan wilayah perluasan Kerajaan Demak. Saat itu, Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan di Pulau Jawa dan menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.

Maulana Hasanuddin atau lebih dikenal dengan Fatahillah yang berperan besar dalam penaklukan tersebut mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan. Tempat ini kemudian menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Banten.

Seiring dengan kemunduran Kerajaan Demak, Banten melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Pada tahun 1570, Fatahillah wafat dengan meninggalkan dua anak laki-lakinya, yaitu Pangeran Yusuf dan Pangeran Arya. Pangeran Yusuf kemudian menggantikan posisi Fatahillah, sementara Pangeran Arya berkuasa di Jepara. 

Setelah berganti pemimpin, Kerajaan Banten akhirnya mencapai puncak kejayaannya saat dipimpin Sultan Abdufattah. Pemimpin yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa tersebut memerintah pada tahun 1651-1682.

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten terus mengalami kemajuan. Letak Banten yang strategis membuat perkembangan dan kemajuan ekonomi di wilayah itu semakin cepat. Hasilnya, kehidupan masyarakat pun mengalami kemajuan.

Di bidang politik, pemerintah kerajaan ini juga semakin kuat. Perluasan wilayah kekuasaan terus dilakukan meskipun ada sebagian masyarakat yang tidak mau memeluk agama Islam. Kelompok yang disebut dengan masyarakat Badui itu masih tetap ingin mempertahankan agama dan adat istiadat nenek moyang.

Dalam bidang kebudayaan, Kerajaan Banten juga mengalami perkembangan, terutama seni bangunannya. Ada beberapa bangunan yang masih tersisa hingga saat ini seperti Masjid Agung Banten, bangunan Keraton, dan gapura-gapura,

3. Kesultanan Cirebon 


Kesultanan Cirebon adalah kerajaan bercorak Islam pertama di tanah Sunda atau Jawa Barat. Sejarah kerajaan yang wilayahnya pernah menjadi bagian dari Kerajaan Tarumanegara lalu Pajajaran ini didirikan pada abad ke-15 Masehi, tepatnya tahun 1430.

Awalnya, Cirebon merupakan daerah bernama Kebon Pesisir atau Tegal Alang-Alang. Kerajaan Cirebon dirintis oleh Raden Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana), putra Raja Pajajaran dari Kerajaan Sunda Galuh, yakni Prabu Siliwangi dengan permaisurinya, Nyai Subang Larang.

Sulendraningrat dalam Sejarah Cirebon (1978) menyebutkan bahwa pernikahan Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang yang beragama Islam melahirkan tiga orang anak, yaitu Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana, Nyai Lara Santang, dan Raden Kian Santang atau Pangeran Sengara. 

Di bawah kepemimpinan Sunan Gunung Djati, Kesultanan Cirebon mencapai kemajuan pesat, baik di bidang agama, politik, maupun perdagangan.

Dalam bidang agama sangat jelas terlihat bahwa Islamisasi berjalan sangat masif. Dakwah agama Islam ke berbagai wilayah terus-menerus dilakukan.

Sedangkan di sektor politik, perluasan daerah menjadi salah satu fokus yang dijalankan. Bersama Demak, misalnya, Cirebon mampu merebut pelabuhan Sunda Kelapa pada 1527 untuk membendung pengaruh Portugis.

Selain itu, tulis Heru Erwantoro dalam "Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon" di jurnal Patanjala (2012), Sunan Gunung Jati menerapkan sistem politik yang didasarkan atas asas desentralisasi yang berpola kerajaan pesisir.

Strategi politik desentralisasi itu dilakukan dengan menerapkan program pemerintahan yang bertumpu pada intensitas pengembangan dakwah Islam ke seluruh wilayah bawahannya di tanah Sunda.

Usaha ini didukung oleh perekonomian yang kuat dengan menitikberatkan pada perdagangan dengan berbagai bangsa seperti Campa, Malaka, India, Cina, hingga Arab.


You Might Also Like

0 Comments

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Sugeng amersani

Adbox