Mitos Larangan Pernikahan Jawa dan Sunda
Written by : Hertin Nurhayati

Kamu pasti pernah mendengar mitos larangan orang Sunda menikah dengan orang Jawa kan? Ternyata, mitos tersebut masih berkaitan dengan cerita Perang Bubat yang ada dalam sejarah,
Perang Bubat sendiri dianggap menjadi satu di antara tragedi perang terbesar di Nusantara. Namun, hingga saat ini, masih banyak perdebatan tentang cerita di balik perang yang menyebabkan Gajah Mada diasingkan dari Majapahit ini.
Latar Belakang Cerita Perang Bubat
Tragedi Perang Bubat ini sebenarnya bermula dari keinginan Raja Hayam Wuruk untuk meminang putri Kerajaan Sunda, yakni Putri Dyah Pitaloka Citraresmi.
Awalnya, pinangan ini murni karena sang raja Hayam Wuruk jatuh hati kepada putri Sunda tersebut, namun Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit, melihat kesempatan ini sebagai celah untuk menaklukkan Kerajaan Sunda.
Setelah Hayam Wuruk mendapatkan restu dari keluarga Kerajaan Majapahit, barulah Hayam Wuruk mengutus seorang patihnya bernama Madhu untuk mengantar surat kehormatan pinangan Putri Dyah Pitaloka kepada Maharaja Lingga Buana di Kerajaan Sunda.
Pada saat itu, Dewan Kerajaan Sunda, terutama Hyang Bunisora Surapati, merasa keberatan dengan pinangan Raja Hayam Wuruk tersebut. Hyang Bunisora Surapati menilai permintaan Raja Hayam Wuruk untuk mengadakan upacara pernikahan di Majapahit dianggap tidak lazim karena semestinya pihak pengantin laki-lakilah yang datang ke pihak pengantin perempuan.
Namun, karena Maharaja Lingga Buana merasa perlu mengikat kembali rasa persaudaraan yang sudah ada dalam garis leluhur kedua kerajaan tersebut, Maharaja Lingga Buana tetap memutuskan untuk pergi ke Majapahit.
Untuk memenuhi undangan Raja Hayam Wuruk, Maharaja Lingga Buana pun berangkat ke Majapahit bersama rombongannya. Rombongan tersebut akhirnya sampai dan ditempatkan oleh Kerajaan Majapahit di Pesanggrahan Bubat.
Ambisi Mahapatih Gajah Mada
Sayangnya, rencana pernikahan Raja Hayam Wuruk dengan Putri Dyah Pitaloka Citraresmi tersebut tak berjalan lancar. Pernikahannya gagal karena ambisi Mahapatih Gajah Mada.
Ketika rombongan Maharaja Lingga Buana sampai di Pesanggrahan Bubat, timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk memenuhi Sumpah Palapa, yaitu menaklukkan berbagai kerajaan di Nusantara, termasuk Kerajaan Sunda.
saat itu Kerajaan Majapahit sudah berhasil menaklukkan berbagai kerajaan di Nusantara, tetapi belum berhasil menaklukkan Kerajaan Sunda. Jadi, Mahapatih Gajah Mada ingin menggunakan pernikahan ini untuk menaklukkan Kerajaan Sunda.
Mahapatih Gajah Mada berdalih, kedatangan Maharaja Lingga Buana di Pesanggarahan Bubat sebagai bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit.
Mahapatih Gajah Mada bahkan sampai mendesak Raja Hayam Wuruk untuk menyetujui keputusan tersebut. Inilah yang menjadi inti cerita Perang Bubat bisa terjadi.
Tragedi Pecahnya Perang di Bubat
Sayangnya, niat Mahapatih Gajah Mada tersebut didengar oleh Maharaja Lingga Buana, hingga akhirnya menimbulkan persilisihan di antara kedua kerajaan tersebut.
Utusan Kerajaan Sunda sudah berupaya mengingatkan kalau kedatangan Kerajaan Sunda ke Majapahit hanya untuk pernikahan Putri Dyah Pitaloka Citraresmi dengan Raja Hayam Wuruk.
Namun, Mahapatih Gajah Mada tetap bersikeras menganggap kedatangan mereka sebagai pengakuan takluknya Kerajaan Sunda kepada Kerajaan Majapahit.
Puncaknya, perselisihan tersebut akhirnya menimbulkan perseteruan, atau bahkan peperangan. Mahapatih Gajah Mada mengirimkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat, yang kemudian menjadi lokasi terjadinya Perang Bubat. Mahapatih Gajah Mada terus mengancam Maharaja Lingga Buana untuk mengakui takluknya Kerajaan Sunda kepada Kerajaan Majapahit.
Maharaja Lingga Buana yang menolak mentah-mentah keinginan Mahapatih Gajah Mada tersebut kemudian mengutus pengawal Kerajaan Sunda yang tidak banyak di sana untuk melawan Mahapatih Gajah Mada dan pasukannya. Perang yang tidak seimbang ini tentu saja dimenangkan oleh Mahapatih Gajah Mada.
Pengorbanan Putri Dyah Pitaloka
Perang Bubat tersebut berakhir dengan gugurnya Maharaja Lingga Buana, para pejabat Kerajaan Sunda, para Menteri Kerajaan Sunda, dan beberapa keluarga Kerajaan Sunda. Gugurnya Maharaja Lingga Buana ini membuat Putri Dyah Pitaloka Citraresmi sedih, hingga memutuskan melakukan tindakan bela pati, atau bunuh diri.
Banyak perdebatan tentang tindakan Dyah Pitaloka ini, beberapa sumber bahkan menyebut jika Dyah Pitaloka melawan Gajah Mada hingga menyebabkan dirinya terbunuh. Tindakan Putri Dyah Pitaloka Citraresmi ini dilakukan demi membela kehormatan diri, keluarga, dan kerajaannya.
Dalam tata perilaku dan nilai-nilai kasta ksatria, tindakan bela pati ini dilakukan oleh para perempuan kasta ksatria jika para laki-lakinya telah gugur. Tindakan ini merupakan bentuk pencegahan dipermalukannya para perempuan Sunda dari tindakan pemerkosaan, penganiayaan, atau perbudakan oleh pihak musuh.
Akibat dari perang bubat ini, hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang, dan mendapat kecaman dari pihak pejabat majapahit, karena tindakannya yang dianggap ceroboh dan gegabah dengan tidak mengindahkan perasaan sang raja Hayam Wuruk sendiri. Oleh karena itu Gajah Mada mulai mengasingkan diri dan mengundurkan diri dari politik kenegaraan istana majapahit.
Pangeran Niskalawastu Kancana yang merupakan adik Putri Dyah Pitaloka yang tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya, karena saat itu masih terlalu kecil menjadi satu-satunya penerus kerajaan sunda yang naik tahta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana. Tragedi ini merusak hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan serta di kalangan kerabat kerajaan sunda diberlakukan peraturan larangan " estri ti luaran" yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar kerabat sunda, sebagian mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak majapahit. peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang sunda menikah dengan orang jawa.
Beberapa reaksi yang mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda terhadap Majapahit sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam permusuhan antara suku sunda dan jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota di Indonesia, di kota Bandung, ibukota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda tidak ditemukan jalan bernama Gajah Mada atau Majapahit. Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokok pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat sunda menganggapnya tidak pantas menyandang gelar tersebut akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.
Sejarah terjadinya tragedi Perang Bubat ini tercatat dalam Serat Pararaton, Kidung Sunda, dan Kidung Sundayana yang berasal dari Bali. Cerita Perang Bubat inilah yang kemudian memunculkan mitos larangan orang Sunda menikah dengan orang Jawa, meskipun masih ada masyarakat sunda yang mempercayai mitos tersebut kita harus tetap menghargainya. sejarah tersebut harus menjadi pelajaran untuk kita semua bukan malah menjadi sebuah topik berbau SARA yang dapat menimbulkan perpecahan.
- Warna Kulit suku Jawa punyakecenderungan lebih Gelap/SawoMatang (jawa timur cenderung paling hitam/gelap), sedangkan
- Suku Sunda lebih Putih tergantung daerah juga tambahan dari replyer Orang sunda itu ada 4 jenis. Orang sunda banten ,orang sunda priangan, orang sunda Karawang, orang sunda cirebonan (kuningan,cirebon,subang). Di antara ke 4 ini sebenernya paling putih itu orang banten selatan khususnya sekitar daerah lebak, ciomas dan pandeglang. Di situ orang sundanya paling orisinil di lihat dari bahasanya sama rata2 orang situ bermata agak sipit beda jika di bandingkan dengan orang banten utara yang mayoritas gelap kulitnya. Kedua yaitu orang parahyangan yang sekarang terkenal dengan mojang parahyangan lalu di susul dengan sunda cirebonan lalu yang paling gelap ialah sunda karawang. Mungkin karena iklim yg panas dangersang serta dekat dengan pantai.
- Suku Jawa wajahnya lebih dewasa/old face,sedang Suku Sunda wajahnya lebih muda/cute Face.
- Ada Kecenderungan Pinggang wanita Jawa lebih lurus sedang wanita Sunda lebih berlekuk (curvy).
- Wanita dari Suku Sunda lebih Cantik daripada wanita Jawa. dan begitu pula Prianya Sunda lebih ganteng/lebih manis daripada pria Jawa.
- Suku Jawa Agak Punya lebih banyak Ilmu dibanding Suku Sunda.
- Suku Jawa biasanya berkerja pada hal-hal keras/keuletan, sedangkan suku sunda lebih kepada jenis pekerjaan yang pintar, agak santai tapi menghasilkan.
- Suku Jawa lebih kuat norma kesopan-santunan / tata krama daripada suku sunda.
- Suku Jawa lebih suka memberi ataupun itu dermawan tanpa perhitungan yg njliment.
- Wanita suku jawa sedikit lebih dewasa dan lebih peka dibandingkan suku sunda yang cenderung lebih manja.
- Suku Jawa agak ambisius terbukti pemimpin kita Soekarno, Soeharto, SBY, Gusdur, Jokowi adalah orang Jawa, begitu pula Kerajaan Majapahit yang pernah mendunia adalah dari daerah Jawa.
- Wanita sunda suka menuntut, sedang wanita jawa cenderung nerimo,ikhlas lan legowo.
9 Perbedaan kosa kata Jawa X Sunda
written by: Aprilia Aulizfidya A.
Ragam Motif Batik Jawa Timur
Dikutip dari riverspace.com Batik Jawa Timur aslinya sudah tersebar merata di berbagai wilayah yang ada di Provinsi Jawa Timur. Akan tetapi tidak semua daerah tersebut memproduksi batik berskala besar-besaran.
Dari berbagai wilayah yang ada di Jawa Timur, saya akan memberikan sedikit penjelasan tentang motif dari mana saja yang tetap memproduksi batik dari tempat asalnya. Berikut ini adalah motif-motif batik yang tersebar di Jawa Timur, antara lain:
1. Batik Tuban
![]() |
Gambar motif batik Tuban |
Kota Tuban sebagai salah satu tempat yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa, tidak kalah dalam masalah pengembangan desain batiknya sendiri. Dalam awal mula kemunculannya, batik Tuban mendapatkan pengaruh yang cukup besar dari kebudayaan China.
Hal ini ditandai dengan adanya motif lok chan yang sangat terkenal di kawasan Tuban. Selain motif lok chan, ada juga motif lain yang tidak kalah terkenal berupa motif macanan dan guntingan.
Penggunaan unsur warna dalam motif batik Tuban pada awalnya menggunakan warna biru, merah mengkudu, hitam dan kuning. Namun seiring berkembangnya zaman, pemakaian warna pun semakin beragam.
Dimana terdapat juga batik Tuban yang menggunakan warna putihan (latar putih dengan kombinasi warna biru tua dan hitam), warna pipitan (warna putih dengan penambahan warna merah dan biru tua).
Batik yang berkembang di Kota Tuban dapat dikatakan yang paling khas dari Jawa Timur. Sebab proses dalam pembuatan batiknya dimulai dari bahan kain yang dipakai untuk membatik dipintal langsung dari kapas.
Kemudian dari gulungan kapas tersebut akan dianyam menjadi benang dan ditenun, setelah menjadi lembaran kain barulah dibatik. Motif batik yang saya maksud ini biasa disebut oleh masyarakat setempat sebagai batik gedog.
Pada sebuah buku yang memiliki judul “Batik Fabled Cloth of Java” yang ditulis oleh Inger McCabe Elliot. Beliau memberikan keterangan bahwa batik Tuban memiliki sedikit kesamaan dengan motif batik yang ada di daerah Cirebon dalam pertengahan abad ke 19.
Persamaan ini ada diakibatkan dari penggunaan bahan benang pintal dan pemakaian warna merah dan biru ketika proses pencelupan.
2. Batik Banyuwangi
![]() |
Gambar motif batik Banyuwangi |
Masih sedikit sekali yang mengetahui bahwasanya batik Banyuwangi adalah salah satu adanya keindahan motif yang tersebar di Indonesia. Terdapat banyak sekali motif asli batik yang berasal dari bumi Blambangan ini, tapi hingga sekarang ini baru 21 jenis motif saja yang diakui secara nasional.
Namun dari banyaknya jenis motif batik dari Banyuwangi, ada motif yang cukup terkenal, antara lain:
- Gajah Oling.
- Kangkung Setingkes.
- Alas Kobong.
- Paras Gempal.
- Kopi Pecah dan lain-lain.
Pada dasarnya semua nama dari berbagai motif batik Banyuwangi dipengaruhi oleh kondisi alam daerah setempat. Misalnya saja seperti motif gajah oling yang cukup terkenal, sebab motifnya berupa hewan yang unik seperti belut yang ukurannya cukup besar.
Ada juga motif lain berupa sembruk cacing dan motif gedegan (anyaman bambu) yang kesemuanya berupa penggambaran kekayaan alam di bumi Blambangan. Namun perlu diingat bahwa motif batik Banyuwangi akan sangat sulit sekali ditemukan di daerah lain, sebab sudah menjadi khas dari daerah ini sendiri.
3. Batik Madura
![]() |
Gambar motif batik Madura |
Selain Tuban dan Banyuwangi, ada juga Pulau Madura yang terkenal dengan karapan sapi dan ladang garamnya. Madura ini masih termasuk daerah di Jawa Timur lo ya, dan ternyata banyak juga masyarakat yang menekuni kerajinan batik, bahkan memiliki ragam warna dan motif yang tidak kalah menarik dengan daerah lain.
Motif batik Madura pada dasarnya menggunakan warna alami, sehingga warnanya cukup terang dan mencolok. Selain dari segi warna yang mencolok seperti merah, hijau dan kuning, batik Madura juga mempunyai ragam motif yang menarik.
Berbagai jenis motif yang berkembang dan cukup terkenal di Pulau Madura antara lain seperti pucuk tombak, belahan ketupat, dan rajut.
Namun ada juga sebagian motif batik Madura yang mengangkat tema aneka flora dan fauna yang ada di sekitar kehidupan mereka.
4. Batik Ponorogo
![]() |
Gambar motif batik Ponorogo |
Jika mendengar nama Ponorogo, tentunya akan mengingat kesenian yang sangat terkenal dari daerah ini berupa reog. Namun perlu diketahui juga, bukan hanya reog saja kesenian yang dimiliki Ponorogo, ada juga seni kerajinan batik yang sangat melegenda.
Kurang lebih ada 25 motif yang tersebar di berbagai daerah kabupaten Ponorogo yang sangat beragam dan unik. Ragam motif yang cukup terkenal dari daerah ini antara lain seperti merak tarung, merak romantis, sekar jagad dan motif reog.
Macam-macam motif yang tersebar, memang rata-rata masih berkaitan dengan kesenian reog yang mengutamakan burung merak sebagai karakter utamanya.
5. Batik Mojokerto
![]() |
Gambar motif batik Mojokerto |
Misalnya, motif gedeg rubuh, matahari, mrico bolong, pring sedapur, gringsing atau surya Majapahit.
Namun Mojokerto sekarang ini sudah mempunyai 6 motif yang dipatenkan, yakni:
- Pring sedapur.
- Mrico bolong.
- Gringsing.
- Koro renteng.
- Rawan indek.
- Matahari.
Pada dasarnya semua motif batik dari Mojokerto ini mengambil corak dari alam di kehidupan sekitar manusia. Seperti yang saya sebutkan diatas, berupa pring sedapur yang menjadi penggambaran rumpun bambu dengan daun-daun menjuntai dan ada burung merak sedang berkelahi.
Sedangkan dalam unsur warna yang digunakan dalam motifnya cenderung putih dengan batang bambu berwarna biru, sementara bagian daunnya berwarna hitam.
Motif batik Jawa Timur yang berasal dari Mojokerto ini cukup menarik dan unik, salah satunya adalah motif bambu roboh yang coraknya sama seperti tanaman bambu yang miring. Sedangkan pada motif mrico bolong segi coraknya berupa bulatan merica berlubang.
6. Batik Pacitan
![]() |
Gambar motif batik Pacitan |
Kabupaten Pacitan juga ikut berpartisipasi menyumbangkan pesona motif batik Jawa Timur. Adapun ciri khas dari motif batik Pacitan ini cenderung klasik atau lama, seperti motif sidomulyo, sekar jagad, semen romo dan kembang-kembang.
7. Batik Bojonegoro
![]() |
Gambar motif batik Bojonegoro |
Tidak mau kalah dengan Pacitan ataupun daerah lainnya, Kabupaten Bojonegoro juga ikut menyumbang motif batik yang lebih sering disebut sebagai batik jonegoroan.
Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa berupa minyak bumi. Maka dari sinilah, Ibu Mahfudhoh Suyoto mendapatkan ide untuk menyumbangkan motif batik Jawa Timur.
Melalui adanya lomba mendesain batik, maka terciptalah 9 motif batik asli Bojonegoro, dan semuanya merupakan hasil dari gambaran kekayaan budaya di Bojonegoro.
Ragam motif yang disumbangkan Bojonegoro untuk Jawa Timur adalah sebagai berikut:
- Motif gastro rinonce (motif kilang minyak dan gas bumi).
- Jagung miji emas (motif tanaman jagung).
- Meliwis mukti (burung legendaris jelmaan Prabu Angling Dharma).
- Parang dahono munggal ( wisata api abadi kayangan api).
- Parang jembul sekar rinandar.
- Pari Sumilak (motif tanaman padi).
- Ranchak thengul.
- Sata gondo wangi.
- Sekar Jati.
8. Batik Sidoarjo
![]() |
Gambar motif batik Sidoarjo |
Kabupaten Sidoarjo juga tidak mau kalah dalam ikut serta menyumbang kekayaan motif batik Jawa Timur dengan motif yang khas daerah sendiri. Motif batik yang berasal dari Jetis Sidoarjo biasanya adalah flora dan fauna khas Sidoarjo yang cenderung berwarna cerah, kuning, merah, dan hijau.
Ragam motif batik Sidoarjo masih tergolong kuno, namun tidak banyak perubahan dari motif yang dulu yang dipakai para pendahulu. Misalnya seperti:
- Ijo-ijoan (gaya maduran).
- Abangan (motif beras kutah).
- Motif krubutan (campur-campur.
- Motif burung merak.
BATIK DI JAWA TIMUR
Dikutip dari jawatimuran.wordpress.com bahwa Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Bisa dikatakan perkembangan batik berasal dari Jawa Timur (Majapahit adalah kerajaan besar di Jawa Timur). “Namun dalam beberapa catatan, pengembangan batik m).Ilai dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram (Jawa Tengah), yang meruntuhkan Kerajaan Majapahit, kemudian pada masa Kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing. Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh ibu-ibu tetangga dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita, ibu rumah tangga, untuk mengisi waktu senggang.
Seni batik meluas menjadi milik rakyat Indonesia, terutama Jawa, setelah akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah Perang Dunia I berakhir atau sekitar 1920. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian batik menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh pergerakan Muslim yang juga pedangang batik untuk melawan perekonomian Belanda.
Maka tidak heran jika potensi kerajinan batik di Jawa Timur menyebar di seluruh kabupaten kota. Hampir seluruh daerah Jawa Timur ditemukan sentra kerajinan batik meski hanya skala kecil. Batik yang diproduksi oleh sentra-sentra industri di Jawa Timur ini memiliki ciri khas masing-masing yang seeara kasat mata bisa dibedakan. Umumnya masing-masing pengrajin menampilkan motif alam sekitarnya.
Mojokerto adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit, maka batik berkembang di sini. Batik juga berkembang di Tulungagung sebagai daerah pengembangan Kerajaan Majapahit saat itu. Tulungagung yang sebagian wilayahnya rawa-rawa (Bonorowo), saat itu dikuasai oleh Adipati Kalang, yang tidak mau tunduk kepada Kerajaan Majapahit.
Daerah pembatikan di Mojokerto sekarang terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo. Di luar Kabupaten Mojokerto, batik juga ditemukan di Jombang.
Waktu krisis ekonomi 1930an, pengusaha batik Mojokerto ikut lumpuh. Pengusaha-pengusaha batik di Sidoarjo, yang kebanyakan rumahan, bangkrut. Sesudah krisis kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk ke Indonesia, dan waktu pendudukan Jepang kegiatan pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan muncul lagi sesudah revolusi saat Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan.
Mojokerto sebelumnya dikenal dengan batik Kalangbret, yang coraknya hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta: dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Tempat pembatikan yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu di Mojokerto adalah Desa Majan dan Simo. Batik Majan juga mempunyai riwayat sebagai peninggalan zaman peperangan Pangeran Diponegoro 1825. Warna babaran batik Majan dan Simo dikenal unik, merah menyala (yang diperoleh dari kulit mengkudu) dan warna lainnya dari tom.
Daerah Ponorogo pada awal abad XX juga dikenal sebagai daerah batik yang dalam pewarnaannya menggunakan nila yang tidak luntur. Akibat batik cap kasar diproduksi secara missal yang dikenal dengan batik cap mori biru, pasaran batik cap kasar Ponorogo terkenal seluruh Indonesia.
Mojokerto, Jombang, Tulungagung, dan Ponorogo yang tidak begitu dikenal dalam peta industri batik, sampai sekarang masih ada sisa jejak kerajinan batik. Batik masih berkembang di Sidoarjo, Madura, Tuban, Blitar, Banyuwangi dan daerah-daerah lainnya.
Batik Madura, memiliki cirri khas dengan motif batik pantai dengan warna cenderung gelap, merah gelap, bahkan dipadukan dengan warna hitam yang merupakan warna yang disukai oleh masyarakat Madura.
Batik Sidoarjo menampilkan motif udang dan ikan serta dedaunan, tapi juga menampilkan warna gelap. Sementara batik Surabaya lebih mengarah pada motif bebas imprisonis meski tetap natural dengan warna-warna terang, abu-abu atau coklat cerah.
Demikian juga Kota Malang, Jawa Timur, juga tidak mau ketinggalan dalam usaha pelestarian batik. Batik yang diproduksi para pembatik di kota pendidikan itu memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lain. “Motifnya juga tidak jauh-jauh dengan lambang Kota Malang, cerabut ‘rambut singa’ kata penggagas batik di Kota Malang Ny. Heri Peni Suparto.
Selain rambut singa yang menjadi identitas Batik Malangan, tugu Kota Malang yang menjadi lambang kota tersebut juga tidak boleh ditinggalkan. Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait di Jawa Timur, namun perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat di daerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata. Tidak salah jika perkembangan batik di Mojokerto dan Tulungagung pada masa kemudian lebih dipengaruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.
“Perkembangan batik di Jawa Timur cenderung lambat, namun bukan berarti tidak berkembang”, kata Zainal.
Diketahui, batik-batik produk Jawa Timur, terutama Madura, masuk ke pasar luar negeri melalui pengusaha batik dari Yogyakarta.
Batik yang sempat diklaim milik negara lain kini mulai kembali kembali menjadi milik masyarakat Indonesia sepenuhnya, setelah pada 2 Oktober 2009 diakui secara resmi oleh UNESCO yang menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non bendawi (masterpieces of the oral and intangible heritage of humanity). Pengakuan Unesco itu ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari batik nasional yang kembali membangkitkan semangat nasionalisme dan ekonomi para pengusaha batik di Indonesia.
Perkembangan batik di berbagai wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur saat ini cukup signifikan. Ini ditandai dengan bermunculnya industri skala ini kro kecil maupun skala rumah tangga yang terus menghasilkan produk dengan motif dan pewarnaan khas yang dipengaruhi oleh karakter daerah masing-masing.
Mengenal Ampo, Camilan Khas Tuban dari Tanah Liat yang Kaya Manfaat
Cemilan ini masih banyak ditemukan di Dusun Trowulan, Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban.
Sarpik, produsen ampo mengatakan, cemilan unik mirip stik coklat ini sudah dibuat sejak zaman kolonial Belanda. Karena keberadaannya yang semakin langka, Ampo sering dicari para pembeli dari luar pulau Jawa hingga luar negeri.
Ampo merupakan makanan tradisional Tuban yang dipercaya dapat mengobati berbagai penyakit. Termasuk pula menguatkan sistem pencernaan.
Jika ingin mengonsumsi sebagai obat, Ampo matang hanya tinggal direndam pada segelas air. Setelah larut, Ampo siap diminum sebagai pereda panas dalam. Selain itu Ampo juga dapat digunakan untuk obat gatal. Caranya dengan mengoleskan air larutan Ampo ke permukaan kulit.
Berikut cara pembuatan Ampo :
1. Pertama, tanah liat yang sudah dibersihkan dibentuk persegi empat agak memanjang. Sarpik, produsen Ampo, biasanya menggunakan alat bantu berupa palu yang terbuat dari kayu untuk menyesuaikan ukurannya.
2. Setelah terbentuk, adonan tadi diserut dengan bambu hingga menghasilkan ukuran tipis memanjang murip kue astor.
3. Serutan Ampo tidak bisa langsung disantap. Tahap selanjutnya adalah menjemur Ampo dibawah terik matahari srlama 30 menit. Terakhir Ampo diletakkan diatas tungku bara api selama kurang lebih 30 menit. Ampo yang sudah matang terlihat berwarna coklat kehitaman.
Itulah salah satu makanan unik khas dari Tuban, Jawa Timur, apakah anda tertarik untuk mencobanya?.
Sejarah Singkat Provinsi Jawa Timur
Dalam perjalanan sejarah bangsa, proses pembentukan struktur pemerintahan dan wilayah Jawa Timur ternyata memiliki perjalanan sangat panjang. Dari sumber-sumber epigrafis dalam bentuk batu bertulis (Prasasti Dinoyo) diketahui bahwa sejak abad VIII, tepatntya tahun 760 di Jawa Timur telah muncul suatu satuan pemerintahan, Kerajaan Kanjuruhan di Malang, dengan status yang sampai kini masih diperdebatkan.
Pada abad X, Jawa Timur menapaki fase baru. Jawa Timur yang semula merupakan wilayah pinggiran dari Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah, kemudian mendapatklan momentum sebagai pusat kekuasaan berbagai kerajaan, seperti Medang (937 - 1017), Daha-Janggala (1080-1222), Singasari (1222-1292) dan Majapahit (1293 -1527). Dalam hal ini , Pu Sendok (927-947) adalah tokoh paling berjasa yang berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan di Jawa Timur. Struktur pemerintahannya secara hierarkhis terdiri dari Pemerintah Pusat (Kraton), Watek (Daerah) dan Wanua (Desa). Struktur ini terus bertahan sampai abad XIII zaman Singasari.
Pada abad XIII terjadi perkembangan baru dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia di Jawa Timur, ditandai dengan munculnya sebuah struktur baru dalam pemerintahan, yaitu Nagara (Provinsi). Berdasarkan Prasasti Mulamalurung (1255) dari masa Wisnu Wardhana yang juga bergelar Sminingrat menyatakan bahwa struktur pemerintahan Singasari dari Pusat (Kraton), Nagara (Provinsi), Watek (Kabupaten) dan Wanua (Desa).
Pada masa Kerajaan Majapahit, susunan itu mendapatkan berbagai penyempurnaan, terdiri dari Bhumi (Pusat/Kraton), Negara (Provinsi/Bhatara), Watek/Wisaya (Kabupaten/Tumenggung), Lurah/Kuwu (Kademangan), Thani/Wanua (Desa/Petinggi) dan paling bawah Kabuyutan (Dusun/Rama). Anehnya struktur kenegaraan Majapahit (1294-1527) justru berkembang secara ketat pada masa Mataram (1582 -1755). Wilayah Mataram dibagi secara konsentris terdiri dari Kuthagara/Nagara (Pusat/Kraton), Negaragung/Negaraagung (Provinsi Dalam), Mancanegara (Provinsi luar ), Kabupaten dan Desa. Secara etimologis, sebutan Jawa Timur pada zaman Mataram Islam muncul derngan nama Bang Wetan, derngan wilayah meliputi seluruh Pesisir Wetan dan Mancanagara Wetan (pedalaman Jawa Timur).
Selanjutnya setelah huru-hara Cina di Kartasura (1743), seluruh wilayah pesisir utara Jawa dan seluruh Pulau Madura jatuh ke tangan Kompeni, sedang daerah Mataram tinggal wilayah pedalaman Jawa (Mancanagara Wetan -Mancanagara Kulon). Dengan berakhirnya Perang Dipanegara (1830), seluruh Jawa Timur (BangWetan) dapat dikuasai Pemerintah Hindia Belanda. Dari tahun 1830-1928 /1929, Belanda menjalankan pemerintahan dengan hubungan langsung Pemerintah Pusat VOC di Batavia derngan para Bupati yang berada di wilayah kekuasaanya. Pemerintah Hindia Belanda yang sejak awal abad XX menerapkan politik imperialisme modern melakukan intensifikasi pemerintahan dengan membentuk Pemerintahan Provinsi Jawa Timur (Provincient van Oost Java ) pada tahun 1929, dengan struktur pemerintahan, wilayah dan birokrasi tidak jauh berbeda seperti yang ada sekarang. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) seperti daerah lain, Jawa Timur diletakkan dibawah pendudukan militer Jepang.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai menata kehidupan kenegaraan. Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 pada tanggal 19 Agustus 1945 olehPPKI dibentuklah Provinsi dan penentuan para Gubernurnya. Untuk Pertama kalinya, R.M.T. Soeryo yang kala itu menjabat Residen Bojonegoro ditunjuk sebagai Gubernur Jawa Timur yang pertama. R.M.T Soeryo yang dilantik tanggal 5 September 1945, sampai tanggal 11 Oktober 1945 harus menyelesaikan tugas-tugasnya di Bojonegoro, dan baru pada 12 Oktober 1945 boyong ke Surabaya, Ibukota Provinsi Jawa Timur yang menandai mulai berputarnya mekanisme Pemerintahan Provinsi Jawa Timur. Atas dasar pertimbangan perjalanan sejarah inilah, maka diterbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur yang menetapkan tanggal 12 Oktober sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Timur yang menetapkan tanggal 12 Oktober sebagai Hari Jadi Jawa Timur dan akan diperingati secara resmi setiap tahun, baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Jawa Timur.
Sumber : Buku Peringatan Hari Jadi Ke -70 Provinsi Jawa Timur
Cari Blog Ini
Sugeng amersani
