Pernikahan Jawa X Sunda

Jumat, September 17, 2021

 Mitos Larangan Pernikahan Jawa dan Sunda

Written by : Hertin Nurhayati

Kamu pasti pernah mendengar mitos larangan orang Sunda menikah dengan orang Jawa kan? Ternyata, mitos tersebut masih berkaitan dengan cerita Perang Bubat yang ada dalam sejarah,
Perang Bubat sendiri dianggap menjadi satu di antara tragedi perang terbesar di Nusantara. Namun, hingga saat ini, masih banyak perdebatan tentang cerita di balik perang yang menyebabkan Gajah Mada diasingkan dari Majapahit ini.

Latar Belakang Cerita Perang Bubat

Tragedi Perang Bubat ini sebenarnya bermula dari keinginan Raja Hayam Wuruk untuk meminang putri Kerajaan Sunda, yakni Putri Dyah Pitaloka Citraresmi.

Awalnya, pinangan ini murni karena sang raja Hayam Wuruk jatuh hati kepada putri Sunda tersebut, namun Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit, melihat kesempatan ini sebagai celah untuk menaklukkan Kerajaan Sunda.

Setelah Hayam Wuruk mendapatkan restu dari keluarga Kerajaan Majapahit, barulah Hayam Wuruk mengutus seorang patihnya bernama Madhu untuk mengantar surat kehormatan pinangan Putri Dyah Pitaloka kepada Maharaja Lingga Buana di Kerajaan Sunda.

Pada saat itu, Dewan Kerajaan Sunda, terutama Hyang Bunisora Surapati, merasa keberatan dengan pinangan Raja Hayam Wuruk tersebut. Hyang Bunisora Surapati menilai permintaan Raja Hayam Wuruk untuk mengadakan upacara pernikahan di Majapahit dianggap tidak lazim karena semestinya pihak pengantin laki-lakilah yang datang ke pihak pengantin perempuan.

Namun, karena Maharaja Lingga Buana merasa perlu mengikat kembali rasa persaudaraan yang sudah ada dalam garis leluhur kedua kerajaan tersebut, Maharaja Lingga Buana tetap memutuskan untuk pergi ke Majapahit.

Untuk memenuhi undangan Raja Hayam Wuruk, Maharaja Lingga Buana pun berangkat ke Majapahit bersama rombongannya. Rombongan tersebut akhirnya sampai dan ditempatkan oleh Kerajaan Majapahit di Pesanggrahan Bubat.

Ambisi Mahapatih Gajah Mada

Sayangnya, rencana pernikahan Raja Hayam Wuruk dengan Putri Dyah Pitaloka Citraresmi tersebut tak berjalan lancar. Pernikahannya gagal karena ambisi Mahapatih Gajah Mada.

Ketika rombongan Maharaja Lingga Buana sampai di Pesanggrahan Bubat, timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk memenuhi Sumpah Palapa, yaitu menaklukkan berbagai kerajaan di Nusantara, termasuk Kerajaan Sunda.
saat itu Kerajaan Majapahit sudah berhasil menaklukkan berbagai kerajaan di Nusantara, tetapi belum berhasil menaklukkan Kerajaan Sunda. Jadi, Mahapatih Gajah Mada ingin menggunakan pernikahan ini untuk menaklukkan Kerajaan Sunda.

Mahapatih Gajah Mada berdalih, kedatangan Maharaja Lingga Buana di Pesanggarahan Bubat sebagai bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit.

Mahapatih Gajah Mada bahkan sampai mendesak Raja Hayam Wuruk untuk menyetujui keputusan tersebut. Inilah yang menjadi inti cerita Perang Bubat bisa terjadi.

Tragedi Pecahnya Perang di Bubat

Sayangnya, niat Mahapatih Gajah Mada tersebut didengar oleh Maharaja Lingga Buana, hingga akhirnya menimbulkan persilisihan di antara kedua kerajaan tersebut.

Utusan Kerajaan Sunda sudah berupaya mengingatkan kalau kedatangan Kerajaan Sunda ke Majapahit hanya untuk pernikahan Putri Dyah Pitaloka Citraresmi dengan Raja Hayam Wuruk.

Namun, Mahapatih Gajah Mada tetap bersikeras menganggap kedatangan mereka sebagai pengakuan takluknya Kerajaan Sunda kepada Kerajaan Majapahit.

Puncaknya, perselisihan tersebut akhirnya menimbulkan perseteruan, atau bahkan peperangan. Mahapatih Gajah Mada mengirimkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat, yang kemudian menjadi lokasi terjadinya Perang Bubat. Mahapatih Gajah Mada terus mengancam Maharaja Lingga Buana untuk mengakui takluknya Kerajaan Sunda kepada Kerajaan Majapahit.

Maharaja Lingga Buana yang menolak mentah-mentah keinginan Mahapatih Gajah Mada tersebut kemudian mengutus pengawal Kerajaan Sunda yang tidak banyak di sana untuk melawan Mahapatih Gajah Mada dan pasukannya. Perang yang tidak seimbang ini tentu saja dimenangkan oleh Mahapatih Gajah Mada.

Pengorbanan Putri Dyah Pitaloka

Perang Bubat tersebut berakhir dengan gugurnya Maharaja Lingga Buana, para pejabat Kerajaan Sunda, para Menteri Kerajaan Sunda, dan beberapa keluarga Kerajaan Sunda. Gugurnya Maharaja Lingga Buana ini membuat Putri Dyah Pitaloka Citraresmi sedih, hingga memutuskan melakukan tindakan bela pati, atau bunuh diri.

Banyak perdebatan tentang tindakan Dyah Pitaloka ini, beberapa sumber bahkan menyebut jika Dyah Pitaloka melawan Gajah Mada hingga menyebabkan dirinya terbunuh. Tindakan Putri Dyah Pitaloka Citraresmi ini dilakukan demi membela kehormatan diri, keluarga, dan kerajaannya.

Dalam tata perilaku dan nilai-nilai kasta ksatria, tindakan bela pati ini dilakukan oleh para perempuan kasta ksatria jika para laki-lakinya telah gugur. Tindakan ini merupakan bentuk pencegahan dipermalukannya para perempuan Sunda dari tindakan pemerkosaan, penganiayaan, atau perbudakan oleh pihak musuh.

Akibat dari perang bubat ini, hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang, dan mendapat kecaman dari pihak pejabat majapahit, karena tindakannya yang dianggap ceroboh dan gegabah dengan tidak mengindahkan perasaan sang raja Hayam Wuruk sendiri. Oleh karena itu Gajah Mada mulai mengasingkan diri dan mengundurkan diri dari politik kenegaraan istana majapahit.

Pangeran Niskalawastu Kancana yang merupakan adik Putri Dyah Pitaloka yang tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya, karena saat itu masih terlalu kecil menjadi satu-satunya penerus kerajaan sunda yang naik tahta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana. Tragedi ini merusak hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan serta di kalangan kerabat kerajaan sunda diberlakukan peraturan larangan " estri ti luaran" yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar kerabat sunda, sebagian mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak majapahit. peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang sunda menikah dengan orang jawa.

Beberapa reaksi yang mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda terhadap Majapahit sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam permusuhan antara suku sunda dan jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota di Indonesia, di kota Bandung, ibukota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda tidak ditemukan jalan bernama Gajah Mada atau Majapahit. Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokok pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat sunda menganggapnya tidak pantas menyandang gelar tersebut akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.

Sejarah terjadinya tragedi Perang Bubat ini tercatat dalam Serat Pararaton, Kidung Sunda, dan Kidung Sundayana yang berasal dari Bali. Cerita Perang Bubat inilah yang kemudian memunculkan mitos larangan orang Sunda menikah dengan orang Jawa, meskipun masih ada masyarakat sunda yang mempercayai mitos tersebut kita harus tetap menghargainya. sejarah tersebut harus menjadi pelajaran untuk kita semua bukan malah menjadi sebuah topik berbau SARA yang dapat menimbulkan perpecahan.



You Might Also Like

0 Comments

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Sugeng amersani

Adbox